Bagi pecinta traveling, pasti tidak asing lagi dengan kata Bromo dan Cemoro Lawang. Yes, Bromo adalah number one tourist destination di Jawa Timur dan Cemoro Lawang adalah nama salah satu Dusun di wilayah Bromo.
Wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang sangat luas, memungkinkan para traveler untuk memasuki Bromo dari berbagai wilayah, tercatat 4 wilayah yang menjadi pintu gerbang resmi menuju Bromo, yaitu melalui Kabupaten Probolinggo, kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Masing-masing pintu masuk ke Bromo, mempunyai daya tarik yang sangat memikat. Artikel kali ini akan mengajak sidang pembaca untuk melihat bagaimana kami menjelajah Bromo melalui pintu masuk Kabupaten Probolinggo, Dusun Cemoro Lawang.
Menuju Kawasan Wisata Bromo Tengger Semeru
Sebagai Patokan untuk menuju Bromo, di Kabupaten Probolinggo ada wilayah yang dinamakan Tongas. Dari Tongas inilah kita akan menemukan pertigaan dengan papan petunjuk arah petunjuk menuju Bromo. Bila anda berangkat dari Malang atau Surabaya dari pertigaan Tongas belok kanan, bila anda dari arah Banyuwangi dari pertigaan Tongas belok kiri.Pemandangan dari Tongas menuju Bromo Nampak seperti perkampungan biasa , rumah penduduk berjajar jajar di selingi dengan tegalan/kebun penduduk, sesekali kita akan menjumpai jembatan sungai kecil dengan air sungai yang mengering. Kemarau yang sangat panjang kali ini membuat daun-daun meranggas, jalanan berdebu dan matahari sangat terik.
Kondisi jalan sangat baik, beraspal mulus tanpa lubang. Kadang naik kadang turun, berkelok-kelok kadang berkelok tajam dan menukik khas karakteristik jalan pegunungan. Setelah perjalanan sekitar 1 jam, sampailah kami di daerah Jetak, di sini ada pertigaan menuju Air Terjun Madakaripura ( sekitar 5 km dari Jetak). Kalau kita belok ke kanan maka kita akan menuju Air Terjun Madakaripura, kali ini kami ingin langsung ke Bromo, oleh karena itu kami ambil jalan yang lurus.
Selama perjalanan setelah Jetak, kami menjumpai beberapa tempat-tempat nyantai sambil ngopi yang ditata menyerupai Café di kota kota besar. Selain itu ada juga tempat wisata petik durian. Bagi penggemar durian, anda bisa meluangkan waktu untuk sekedar ngopi atau menikmati nikmatnya durian Bromo. Perjalanan masih separuh lagi, kali ini kami memasuki Kecamatan Sukapura, berbagai
fasilitas bisa kita temui di sini, seperti Pom Bensin (SPBU), Anjungan Tunai Mandiri, Puskesmas, Toko Swalayan . Banyak pula berjajar-jajar warung-warung makan sederhana.
Memasuki Desa Sapi Kerep, mulai terasa dinginnya angin pegunungan di tengah teriknya matahari dan jalanan yang berdebu. Masih kita jumpai masjid di desa ini, menandakan bahwa pengaruh Islam masih ada di Desa ini. Hotel dan Resto besar mulai dapat kita jumpai, di sepanjang jalan banyak juga kedai-kedai warga setempat yang menjual hasil bumi warga seperti kubis, kentang, buah, bunga edelweiss.
Tak berapa lama perjalanan kami lanjutkan sampailah kita di Desa terakhir, yaitu Desa Ngadisari, tempatnya indah, bersih, rumah warga tertata rapi dengan pagar rumah yang Nampak seragam dan serasi. Berdampingan dengan beberapa Hotel&Resto. Ada juga beberapa rumah warga yang di komersilkan menjadi homestay. Beberapa warga mencoba peluang bisnis dengan membangun pusat oleh oleh serta warung makan.
Penduduk Ngadisari merupakan warga Suku Tengger, agama mayoritas adalah Hindu, maka jangan heran kalau anda kesana akan menyaksikan rumah rumah warga di sana selalu di lengkapi dengan tempat sesembahan di halaman depan rumahnya. Yang paling khas dari cara bertata busana penduduk di sana adalah “selempang sarung”, baik pria maupun wanita rata rata berselempang sarung dalam kesehariannya. Perjalanan kami lanjutkan menuju pintu gerbang masuk Gunung Bromo yang terletak di Dusun Cemorolawang, di sini kami disambut dengan jajaran pohon cemara yang membatasi jalan raya dengan jurang2 di sepanjang jalan. Setelah membayar tiket masuk, kami menelusuri jalanan aspal yang menukik tajam dan berbelok belok, itulah jalan aspal terakhir yang langsung di sambung dengan Lautan Pasir.
Sejauh mata memandang, hamparan pasir yg luas memenuhi pelupuk mata, Tampak di kejauhan berdiri berjajar Gunung Batok dan Kawah Bromo. Sekitar 30 menit kami mengarungi lautan pasir, sampailah kita di Bangunan suci Umat Hindu, inilah uniknya Bromo, di dekat kawah kita jumpai Pura yang lumayan besar, bangunan yang di sucikan oleh umat Hindu di sekitar kawasan Bromo. Naik lagi sekitar 500 m dari Pura, kita bisa sejenak melepas lelah sambil ngopi di kedai warga, ada penganan kecil, kopi panas dan mie instant, lumayanlah untuk recharge energy menjelang pendakian ke kawah Bromo.
Mendaki kawah Bromo, tidaklah terlalu berat, tapi mungkin bagi anda yang segen untuk bercapai capai mendaki, anda bisa menyewa kuda tunggangan. Dengan di pandu pemilik kuda anda bisa riding horse di sana layaknya cowboy di jaman2 film laga dulu. Setelah mendaki bebepara ratus meter kita akan menemui anak tangga ( jumlahnya sekitar 240 anak tangga) yang akan membantu anda mempermudah mencapai kawah Bromo.
Sesampainya di Kawah, anda akan di suguhi dengan pemandangan indah, laksana melihat perut bumi dari atas, kawah yang dalam dan selalu berasap menyuguhkan kesan yang tidak akan mudah untuk dilupakan. Dari atas kawah, coba anda mengarahkan pandangan ke kanan, Gunung Batok seakan tinggal serengkuhan tangan. Dan jika anda mengarahkan pandangan berbalik badan maka hamparan lautan pasir yang berpagar rangkaian pegunungan menyatu membentuk panorama yang indah sekali.
Satu kalimat yang mungkin paling sesuai mewakili perasaan kami saat itu adalah : Terimakasih Tuhan atas ukiran indahMu di Bromo. Begitulah sekilas serunya menjelajahi Bromo melalui Cemorolawang, sampai ketemu di tulisan kami berikutnya… SALAM GO EXPLORE BROMO.
Posting Komentar